Program donasi BUKU SAHABAT ANAK melalui rekening Bank BRI Unit Sumur Batu Kemayoran No. Rekening 0785-01-000864-50-7 An. Teguh Iman Santoso

Jumat, 18 Februari 2011

Menumbuhkan Minat Baca Pada Anak

MENUMBUHKAN minat baca pada anak memberikan banyak manfaat. Selain wawasan pengetahuan mereka bertambah, buku juga dianggap mampu mengembangkan secara baik imajinasi anak. Masalahnya, tidak semua orang tua mampu `menularkan` kebiasaan membaca buku pada anak-anaknya.

Amitantri, 36, mengaku keranjingan membaca buku sejak lama. Kebiasaan ini berawal saat dia tinggal bersama tantenya. ``Meski ayah punya perpustakaan pribadi, saya belum terlalu suka membaca. Baru setelah pindah rumah, saya jadi suka membaca buku. Mungkin karena merasa kesepian, dan tante sering meninggalkan rumah,`` ujarnya.

Minat Ami, panggilan akrab Amitantri, membaca buku ternyata berlanjut hingga dewasa. Bahkan pasangan hidupnya, Wibawa, 34, memiliki kecintaan yang sama terhadap buku.

Namun, tidak demikian halnya dengan putrinya, Una, 8. Anak sulung mereka ternyata belum menunjukkan perhatian yang besar terhadap buku. ``Bahkan untuk membaca kembali buku pelajaran, kecuali untuk mengerjakan PR saja,`` ujar Ami. Menurut dia, putrinya lebih banyak menghabiskan waktu luang dengan bermain atau menonton teve.
Berbagai upaya sudah dilakukan Ami untuk menarik minat putrinya membaca buku. ``Padahal, dibanding membelikan mainan saya malah lebih sering membelikan buku pada Una,`` ujarnya. Tidak hanya itu, Ami juga memberlakukan aturan, misalnya, jika pergi jalan-jalan putrinya tidak boleh minta dibelikan mainan, terkecuali buku.

Lain lagi dengan Leila S.Chudori. Wartawati budaya di sebuah majalah mingguan Ibu Kota ini mulai membaca sejak usia kanak-kanak. Dengan ayah seorang wartawan dan ibu yang bekerja di kedutaan, Leila tumbuh dalam dunia yang mengenalkannya lebih dekat pada buku.
Ia tidak bisa mengingat secara persis kapan mulai keranjingan membaca. Yang ia tahu sejak kecil hampir semua buku anak-anak dilahapnya. Dari yang berbentuk komik sampai buku "klasik" Tom Sawyer karya Mark Twain. Ia juga betah berlama-lama menekuni Three Musketter milik Alexander Dumas.

Aktivitas membaca yang ia geluti sejak kanak-kanak ini kemudian ditularkan Leila kepada Rain, 5. Sejak bayi, Leila sudah mengenalkan Rain pada media baca yang disebut buku. Ketika masih bayi, Leila membelikan Rain buku-buku lembut yang terbuat dari kain. Ia juga membelikan buku-buku berbahan plastik yang bisa dibawa-bawa ke kamar mandi. "Tentu saja, dia lebih banyak melihat gambar. Tapi paling tidak saya sudah mengenalkan buku padanya sejak awal," ujarnya. Gambar dengan warna-warna mencolok dalam buku-buku tersebut, menurut Leila, berhasil merangsang pandangan mata bayi kecilnya. Ketika mulai menginjak umur 4,5 tahun, Rain mulai lancar membaca buku. "Ia sangat senang sekali membaca," ujar Leila dengan nada bangga. Saking senangnya, Rain kadang-kadang menceritakan kembali apa yang sudah dibacanya sesuai dengan gambar yang dilihatnya. "Ia bahkan meng-create sendiri cerita tersebut berdasarkan gambarnya."

Meski Rain sudah bisa membaca sendiri, Leila masih kerap membacakan buku baginya. Sayangnya, kesibukan sebagai wartawati menyita waktunya, sehingga tugas membacakan buku ini terkadang berpindah ke tangan neneknya.

Peran orang tua

Menurut pemerhati buku anak-anak, Dr. Murti Bunanta, orang tua memiliki peran sangat besar untuk menumbuhkan minat membaca pada anak. Dalam hal ini, kata Murti, orang tua harus memberikan contoh bagi anak-anaknya. ``Bisa dengan kebiasaan mendongeng sejak kecil, atau membelikan buku sehingga anak-anak tergerak untuk mengetahui isi ceritanya lebih jauh,`` ujarnya.

Upaya lain, kata Murti, dengan membuat perpustakaan keluarga atau kelompok baca. ``Anggotanya bisa teman-teman sepermainannya atau teman di sekolah,`` ujarnya. Orang tua atau guru tetap memberikan bimbingan dengan membuatkan program khusus. ``Buat menjadi semacam permainan, seperti bergilir membacakan cerita, atau mendongengkan kembali,`` ujarnya.

Masalahnya, lanjut Murti, orang tua sering kali tidak punya cukup waktu untuk membimbing anak-anaknya. ``Bahkan ada juga orang tua hanya asyik baca novel kesukaannya saja,`` ujarnya. Kesenjangan anak-anak dengan buku juga cenderung semakin melebar dengan adanya pengaruh media elektronik. ``Dengan adanya televisi, mereka tidak terdorong mencari hiburan lainnya,`` ujarnya.

Pendapat yang sama juga dirasakan Leila. Menurutnya keakraban putrinya dengan buku, selain karena faktor "pengarahan"-nya, juga dari sekolah taman kanak-kanak yang ia masuki. Rain dimasukkan Leila ke Bintaro International Montessori, sebuah sekolah berskala internasional yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. Menariknya, sekolah ini setiap hari meminjamkan satu buku ke setiap anak untuk dibawa pulang. Anak-anak tersebut, kemudian diberi tugas untuk membacakan buku yang telah dipinjam tersebut di depan orang tuanya. Tentu saja buku tersebut ditulis dalam bahasa Inggris. Pada saat membaca inilah orang tua bisa memperhatikan kesalahan ejaan atau menjawab pertanyaan anak jika tidak mengetahui kata yang dimaksud. "Tingkat kesulitan kata dihitung betul," ujar Leila. Artinya buku-buku yang dipinjamkan tersebut disesuaikan dengan kemampuan anak.

Memilih buku bagi anak

Leila juga mengaku Rain terkadang meminta buku yang ditargetkan untuk remaja. Untuk permintaan semacam ini, Leila biasanya menolak dengan memberikan alasan bahwa belum tiba saatnya Rain membaca buku semacam itu. Sedangkan, untuk kategori buku anak-anak Leila memberikan kebebasan penuh pada Rain.

Meski membebaskan anaknya untuk membeli buku apa saja yang diinginkan, Leila mengaku tetap membatasi pembelian buku. "Ini lebih karena alasan finansial." Sebelum badai krisis menghantam nilai tukar rupiah, Leila masih bisa membelikan Rain buku di toko buku internasional. Namun ketika nilai tukar semakin merosot, Leila lebih sering membeli buku di Gramedia. Itu pun dibatasi tidak boleh lebih dari Rp 50 ribu. "Rain sih pinginnya ambil banyak buku," terang Leila. Koleksi buku putrinya saat ini sudah mencapai 600 buah, dan rata-rata jenis fiksi dan buku permainan (game).

Leila mengaku orang tuanya juga memberi kebebasan yang sama padanya. ``Orang tua saya percaya bahwa anak akan punya daya seleksi sendiri,`` ujarnya. Bahkan, semua buku yang Leila baca pada masa kanak-kanak tidak hanya ditulis dalam bahasa Indonesia, tapi juga buku berbahasa Inggris.

Sementara itu, menurut Murti, anak-anak saat ini lebih menyukai membaca buku komik. Namun, bukan berarti seluruh buku komik buruk. Hanya saja, kata Murti, dari sisi materi maupun bahasa, masih banyak memiliki kelemahan. ``Bahasanya terpotong-potong. Sehingga anak-anak tidak dapat mendapat informasi dengan lengkap karena ada bagian cerita yang hilang,`` ujarnya.

Sementara materi buku lain, seperti buku cerita rakyat saat ini tidak kurang jeleknya. ``Kualitas bahasanya itu lo, kok sangat rendah. Padahal dulu, kualitas buku cerita rakyat sangat baik,`` ujar Murti.

Masalah kualitas buku bacaan anak-anak saat ini juga dikeluhkan Ami. ``Anak-anak kurang tertarik membaca, karena kertasnya buram. Sementara buku-buku yang bagus termasuk buku luar negeri masih sangat mahal,`` ujarnya.
Tulisan ini pernah dimuat di Harian Media Indonesia, 13 Februari 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar